Kalau ditanya siapa yang paling berjasa dalam menemani perjalanan kami keliling Raja Ampat, maka jawabannya adalah kedua Mansar ini, Mansar Elly dan Mansar Soleman. Mansar adalah semacam gelar untuk seseorang yang dituakan di wilayah adatnya sekaligus pemegang hak ulayat. Mansar Soleman adalah pemegang hak ulayat untuk wilayah Kapadiri hingga Manurang, sedangkan Mansar Elly pemegang hak ulayat untuk wilayah Saleo hingga Wayag dan sekitarnya. Yeah, kami beruntung trip kami didampingi kedua Mansar ini.
Mansar Soleman memiliki wajah yang sangat teduh, seperti lautan di pagi hari yang diam, seperti danau yang dalam. Beliau adalah nakhoda longboat kami selama 6 hari perjalanan keliling Raja Ampat dari satu pulau ke pulau yang lain. Longboat yang kami gunakan kecil, dan dalam perjalanan tidak pernah berhenti miring kiri-kanan dihajar ombak segede Hulk, bukan Gaban. Gaban itu kecil walaupun dia adalah manusia robot. Awalnya ketika kami pertama kali naik si longboat dari Mansuar, kami gugup. Tidak satu pun yang berani duduk diluar karena goyangan kapal yang mengerikan. Tapi melihat wajah Mansar Soleman yang begitu tenang, santai, kalem, adem, cool, macan, (ok stop.) kami langsung tenang. Tanpa berkata-kata, kami diyakinkan bahwa “everything is fine dude”. Super!
Perjalanan kami dari Mansuar sejak dijemput Mansar Soleman dengan longboatnya hingga pulau Saleo memakan waktu 5 jam, dan akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di Saleo karena terlalu riskan untuk ke Wayag malam-malam. Disinilah kami bertemu dengan Mansar Elly, seorang mantan prajurit TNI dengan pengalaman tempur segudang, pernah menikah 8 kali dan memiliki 38 orang anak! 38 orang men, dan ini serius. Kami menanyakan apa rahasia kebugaran dan kejantanannya itu, beliau menjawab singkat : “Kohi…”
Mansar Elly sangat disegani di Saleo. Konon beliau-lah yang membangun kampung itu dari nol dengan uangnya sendiri, maklum dahulu beliau adalah pengusaha lobster yang sangat sukses. Hampir seluruh penghasilannya dikaryakan untuk membangun Saleo yang kini ditempati sekitar 40 KK. Tidak ada listrik PLN disana. Listrik lokal hanya menyala pada malam hari dengan menggunakan genset, itu pun dibatasi hanya sampai jam 12 malam. Mansar Elly mempersilakan kami menggunakan ruang tamu rumahnya untuk bermalam dan menyuguhi kami dengan makanan dan minuman. Beliau juga sempat menunjukkan sebuah batu keramat yang diletakkan diatas baki, batu yang seolah memiliki wajah. Kamera Mbak Suwasti, pendamping kami, sempat macet setelah memotret batu tersebut. Untung saya ganteng sehingga kameranya bisa saya perbaiki lagi.
Dari Saleo berkelana lah kami mengelilingi Raja Ampat dengan ditemani dua orang Mansar yang keren ini. Mansar Soleman seperti biasa berwajah dingin ketika longboat yang dikemudikannya menerjang ombak demi ombak di depan kami, sedangkan Mansar Elly berwajah gugup. Gugup karena laut yang ganas, dan mungkin gugup karena sebagai sesama Mansar dia kurang yakin dengan kesaktian Mansar Soleman. Tapi perjalanan kami tidak akan berkesan tanpa kehadiran mereka, seperti pesta ulang tahun tanpa kehadiran Batman dan Robin.
Terima kasih Mansar Elly dan Mansar Soleman. Kami belajar banyak hal dari kalian.
Regards,
Mansar Regy