Kapal Marina Express yang kami tumpangi dari Sorong menuju Waisai melaju di tengah debur ombak lautan Papua. Gugusan pulau yang memanjang mulai terlihat di kejauhan. Sekumpulan lumba-lumba berlompatan di sisi kanan kapal, seolah memberikan salam selamat datang kepada kami. Ok kepada seluruh penumpang kapal. Kami datang, Raja Ampat!
Saya bertanya kepada seorang Om disamping saya,
“Om, itu Raja Ampat ya?”
“Oh itu Waisai.”
“Iya maksud saya berarti kita sudah masuk Raja Ampat?”
“Belum, itu Waisai.”
“Bukan Raja Ampat?”
“Bukan.”
Saya bertanya kepada orang yang salah.
Setelah 2 jam perjalanan mengarungi lautan, kapal mulai melambat. Para ABK Dek mulai siap muka belakang karena kapal akan sandar kiri. Dermaga yang tadinya tidak terlihat kini semakin jelas, orang-orang sudah berkerumun disana, dan para porter sudah siap di pinggir dermaga. Setengah tidak percaya, akhirnya saya tiba juga di Waisai, ibukota Raja Ampat. Katanya Raja Ampat adalah surganya Indonesia, meskipun anggapan itu tidak sepenuhnya benar karena sebetulnya surga masih di telapak kaki ibu.
Berdiri di dek kapal, kami sumringah. Ini adalah kali pertama bagi kami mengunjungi Raja Ampat. Mata Mbak Suwasti mulai berkaca-kaca. Audrey dan Diana tersedu-sedu karena terharu. Saya tetap cool. Perlahan kapal pun sandar di dermaga, dan para porter berlompatan naik ke kapal, berebut mencari nasabah. Kami tidak turun ke dermaga karena kami dijemput dengan speed boat dari Waiwo Diving Resort, tempat kami akan menginap selama 3 hari sekaligus diving. Setelah semua barang diturunkan ke speed boat, kami meninggalkan kapal dengan elegan. Menuju Waiwo!
Perjalanan menuju Waiwo hanya ditempuh dalam waktu 20 menit. Tidak ada perbedaan waktu antara Waisai dengan Waiwo. Kami mendapat 1 guest house berisi 4 tempat tidur yang dilengkapi dengan kipas angin dan kamar mandi dalam. Tempat ini sangat nyaman, apalagi untuk traveler yang terbiasa dengan fasilitas standar, tempat ini lebih dari cukup. Kami merapikan seluruh barang bawaan kami, kemudian makan malam dan berbagi cerita di jeti hingga tengah malam. Jeti itu begitu memorable, ada fasilitas live music oleh seorang penyanyi bersuara emas yang sejak kami datang hingga kembali ke guest house tidak henti-hentinya mendendangkan tembang kenangan lokal.
Kami kembali ke guest house untuk beristirahat, karena besok kami akan diving. Di tengah dingin dan gelapnya malam, diantara tetes hujan yang beradu dengan dedaunan, jauh di ujung jeti, sayup-sayup terdengar nyanyian lirih…
“Aku cinta kamu.. Aku sayang kamu…”
Jadi inti cerita ini sebenarnya apa sih? Auk. Namanya juga kejar deadline. Namanya juga insomnia.