Yasinan di Pesawat

Naik pesawat kecil itu membutuhkan nyali besar. Rasa ragu kadang menyergap saat melihat baling-balingnya yang mirip kipas angin raksasa.

Pesawat-pesawat indie ini sebenarnya menjadi pahlawan dalam menghubungkan kota-kota kecil di Indonesia. Tanpa mereka, perjalanan menjadi jauh lebih panjang dan lama karena harus menempuh jalur darat atau laut/sungai. Nah, pasangan dari pesawat indie adalah: Bandara Indie. Bandara kecil dengan fasilitas serba minim yang kadang berganti fungsi sebagai jalur balapan hingga tempat menggembalakan ternak.

Saat masih bekerja sebagai konsultan lingkungan di Ketapang, Kalimantan Barat, untuk pertama kalinya saya melihat landasan pacu/runway yang digunakan sebagai trek balap motor oleh warga saat pesawatnya sudah lepas landas. Maklum, bandara ini adalah bandara santai. Saat itu hanya ada satu maskapai yang melayani rute ke Ketapang: IAT. Jangan dibaca dari belakang ya. IAT atau Indonesian Air Transport adalah perusahaan maskapai yang awalnya hanya melayani carter bagi perusahaan-perusahaan Migas. Tahun 2008, IAT mulai masuk ke penerbangan niaga, dan Ketapang adalah salah satu kota yang dilayaninya.

Dalam sehari, IAT hanya mendarat dan lepas landas 3 kali. Pernah sekali waktu, saat terbang dari Pontianak IAT dihadang cuaca buruk. Pesawat seharusnya mendarat setelah 45 menit terbang, namun hingga satu jam lebih doski masih berputar-putar di atas bandara karena jarak pandang yang sangat terbatas. Dari jendela pesawat hanya terlihat awan gelap dan hujan. Goncangan demi goncangan yang terjadi membuat para penumpang semakin cemas. Lalu wajah cemas penumpang berubah menjadi pucat pasi ketika pramugari mendadak membagikan buku kecil berjudul “SURAT YASIN” kepada 40 penumpangnya. Hiii… Untungnya pak pilot berhasil mendaratkan pesawat dengan selamat. Yasin pun dikembalikan.

Sampai saat ini saya masih bertanya-tanya, bisa-bisanya di dalam pesawat ada buku Yasin untuk semua penumpang…