*PLUNG!*
Satu persatu kami berak menceburkan diri dengan gaya salto belakang di permukaan laut Morotai, tepat di dive site World War II Wrecks. Ini adalah lokasi penyelaman paling favorit dari sekitar 30-an dive site di Morotai, sebuah pulau yang sempat menjadi pangkalan militer tentara sekutu saat perang dunia II. Menurut informasi dari dive guide kami, disini terdapat banyak kendaraan perang mulai dari truk, jeep, bahkan pesawat tempur. Pokoknya lengkap! Saking lengkapnya saya jadi curiga jangan-jangan ada Avanza juga dibawah sana.
Cuaca yang cerah pagi itu membuat visibility menjadi sangat baik. Jarak pandang mencapai lebih dari 20 meter. Saya memencet tombol deflate BCD, lalu perlahan tenggelam menuju dasar laut. Seketika suasana menjadi sepi, hanya ada suara gelembung udara dan degup jantung yang terdengar, menemani perjalanan saya menuju museum bawah laut Morotai bersama Audrey, Binbin, Jowvy dan Indra.
10 meter pertama belum terlihat apa-apa. Hanya ada pasir dan karang-karang yang kurang menarik. Ikan pun sepi. Namanya juga museum, gak manusia gak ikan sama-sama kurang suka.
Kami terus bergerak turun. Lewat 10 meter, mulai terlihat ban-ban ukuran raksasa yang telah ditumbuhi karang. Saya mulai bersemangat! Dan setelah melewati 30 meter, kami tiba di pintu masuk museum ini. Truk dan jeep terlihat gagah parkir disana.

Foto: @audreyjiwajenie

Foto: @audreyjiwajenie

Foto: @audreyjiwajenie

Foto: @audreyjiwajenie
Saya bergerak turun lebih dalam, menuju 45 meter. Ada yang sangat menarik di bawah sana: bangkai-bangkai pesawat tempur jaman perang dunia II yang sudah ditumbuhi karang dan menjadi rumah bagi makhluk-makhluk laut.
Akhirnya target utama saya samar-samar mulai terlihat. 2 pesawat terbaring bertumpukan dalam keadaan terbalik. Saya melirik depth gauge saya; 46 meter. Kurang dari 10 menit waktu yang saya miliki untuk berada di kedalaman ini. Belum apa-apa efeknya sudah mulai terasa, kepala agak pusing dan pandangan sedikit kabur. Tapi aliran adrenalin membuat saya mengabaikan alarm tubuh saya.
Saya mengitari bangkai pesawat itu sambil membayangkan bentuknya saat masih utuh. Membayangkan ketika pesawat ini terbang lincah mengincar sasaran puluhan tahun yang lalu. Beberapa bagian memang sudah hancur, tapi bentuk pesawatnya masih terlihat dengan sangat jelas.
Pesawat yang pertama adalah Bristol Beaufort. Ini adalah pesawat tempur buatan Australia yang kemungkinan datang bersama 3.000 pesawat tempur tentara sekutu pimpinan Jenderal Douglas McArthur. Dulu, pesawat ini bertugas sebagai torpedo bomber. Jangkauan torpedonya mencapai 600 meter dengan sasaran utama kapal-kapal perang Jepang. Tapi, pesawat berawak 4 orang ini juga kadang-kadang digunakan untuk menjatuhkan bom, bukan hanya torpedo.
Bristol Beaufort memiliki 2 mesin, sanggup membawa 700 kg torpedo atau 900 kg bom, dan dilengkapi dengan senapan mesin kaliber 7,7 mm di moncongnya. Pesawat yg didesain oleh Bristol Aeroplane Company ini mampu terbang dengan kecepatan melebihi 400 km/jam, sebuah angka yang cukup fantastis kala itu untuk pesawat pengebom.
Total jumlah pesawat ini yang pernah diproduksi adalah sebanyak 2.129 unit selang tahun 1939 hingga 1944. Yang agak mengherankan, berdasarkan penelusuran saya tidak ada catatan tentang Bristol Beaufort yang pernah ngepos di Morotai. Adanya malah Bristol Beaufighter. Bagaimana bisa sebiji Beaufort itu nyatanya ada di dasar laut ini?
***
Puluhan tahun ditindih pesawat tapi gak pernah komplen. Saya harus memberi apresiasi buat Bristol Beaufighter yang digagahi non-stop si Beaufort sejak mereka menghuni dasar laut Morotai ini. Dia patut menjadi teladan untuk ilmu sabar.
Dua pesawat yang bertumpukan ini ternyata berbeda tipe. Kalo yang atas adalah Beaufort, maka yang bawah adalah adiknya: Beaufighter. Bristol Beaufighter adalah bomber yang lebih ramping dengan awak hanya 2 orang, yaitu pilot dan observer. Nama Beaufighter sendiri berasal dari kata ‘Beaufort’ dan ‘Fighter’, artinya pesawat ini merupakan penerus Beaufort dengan kemampuan lebih yaitu ‘petarung.’ Oleh tentara Jepang, pesawat ini mendapat julukan ‘whispering death’ karena suaranya yang “nyaris tak terdengar.” Mungkin dia pake mesin dieselnya Isuzu Panther.
Beaufighter. Mendengar namanya saja langsung terbayang sesosok pesawat lincah yang menebar ketakutan bagi musuh-musuhnya dari angkasa. Nggak ya? Ah…
Bristol Beaufighter dikenal sebagai pesawat yang multifungsi. Dia mampu mengangkut beban seberat hampir tiga ton dengan kecepatan terbang 515 km/jam pada ketinggian 3.000 mdpl. Selain menjatuhkan bom dan torpedo, Beaufighter juga bertugas menggempur musuh dengan senapan mesin kaliber 7,7 mm plus meriam 20 mm di moncongnya. Udah ngeri belum?
Agar lebih jelas perbedaannya dengan Beaufort, mari kita perhatikan cutaway dari kedua pesawat ini.
Sepintas kedua pesawat ini memang terlihat mirip. Tapi setelah diamati dengan lebih seksama, perbedaannya terlihat jelas. Bentuk moncong Beaufort berbeda dengan Beaufighter. Pada moncong Beaufort ada ruangan untuk navigator, sehingga bagian atasnya dibuat dari kaca biar navigatornya bisa liat-liat pemandangan. Ya, Beaufort punya ruangan untuk 4 awak; pilot, navigator, operator radio, sama tukang tembak yang posisinya paling atas, di kubah kaca dengan kursi yang bisa diputer-puter. Keren. Perhatiin deh foto di bawah ini.
Tiitt.. Tiiitt… TIIITTTT…!!!
Bunyi alarm dari dive computer semakin rese. Saya diminta untuk segera naik karena kelamaan di 40-an meter. Akhirnya jalan-jalan ke museum bawah laut ini harus selesai, atau hidup saya yang diselesaikan. Saya naik perlahan sambil terus melihat ke bawah hingga bayangan pesawat itu hilang dari pandangan, lalu menghabiskan ceiling time selama hampir 20 menit sesuai perintah Yang Mulia Dive Computer.
Saya akan kembali dengan persiapan yang lebih matang suatu saat nanti. Banyak pertanyaan yang masih belum terjawab. Bagaimana ceritanya pesawat-pesawat dan kendaraan perang lainnya ngumpul disitu? Kapan dua biji pesawat itu terakhir terbang? Siapa saja nama awaknya? Dari mana mereka berasal? Apa makanan kesukaan mereka? Kenapa poni Roy Suryo jelek banget?
Kenapa…? *fade out*

Foto: @audreyjiwajenie
We shall not flag or fail. We shall go on to the end. We shall fight on the seas and the oceans, we shall fight with growing confidence and growing strength in the air, we shall defend our island, whatever the cost may be. We shall fight on the beaches, we shall fight on the landing grounds, we shall fight in the fields and in the streets, we shall fight in the hills; we shall never surrender.
mimpi ane gan ke Morotai. lihat artefak peninggalan taktik Leap Frog Mc Arthur.
LikeLike
Banyak banget cerita disana chan, seru bgt pokoknya kalo wisata sejarah di morotai
LikeLike
amen..
LikeLike
Gy.. Bakuator ulang jo pi sana ulang…turun agak siang boleh…dapa lia lebe rame deng ikan…
Atiq le msh penasaran deng tu tampa…
LikeLike
Iyo eh, musti pigi ulang mar nimbole deco hahahaha…
LikeLike
Kereennn…. Cuma bisa ngiler lihat foto-foto karena gw nggak bisa diving :(
LikeLike
Kursus dong bro, biar dunianya makin luas :D
LikeLike
semoga suatu saat nanti bisa sukses diving di lautan Indonesiah Rayah… :-)
LikeLike
Ameen.
LikeLike
Dan semoga bisa menyibak rahasia di balik poni si Roy juga… haha…
LikeLike
Wow. belum sempat diving di Morotai. Salam kenal :)
LikeLike
Wah u should! Paling ga spot wreck itu sih, unik bgt soalnya :D salam kenal juga ;)
LikeLike
Reblogged this on gone with the wind and commented:
Morotai: A Magnificent Underwater Historical Museum
LikeLiked by 1 person
Saya udah ke Morotai.. tapi gak bisa diving… sedih :(
Well ya, pantai-pantai nya juga keren….
LikeLike
wah sayang banget, banyak yang bersembunyi dibawah lautnya loh :D
LikeLike
[…] adalah efek yang muncul setiap kali saya melewati “no decompression limit”. Waktu di Morotai saya bahkan diterapi oksigen selama 6 jam dan melewatkan hari terakhir penyelaman di tempat tidur […]
LikeLike
Hasil fotonya keren keren mas. Pake kamera apa? Dan pendukung kameranya apa? Baru mau belajar underwater photography nih.
LikeLike
Makasih :D itu yg motret @audreyjiwajenie, kameranya canon 500D, housing ikelite, strobenya dobel merk sea & sea type D1
LikeLike
[…] Underwater Museum di Morotai – detik.com Underwater Morotai Island – rengkykurniawan […]
LikeLike