Gunung Klabat, 1999
Saya, Nano dan Vivi tiba di Pos 2 jam 6 sore. Matahari sudah tenggelam, dan hutan sudah mulai gelap. Saat itu kami mendaki tanpa persiapan. Kami tidak membawa kompor karena memang tidak punya. “Ah gampang, nanti kita nyari kaleng bekas, isi pasir, kasih minyak tanah, jadi deh kompor,” kata saya sehari sebelumnya. Mereka setuju dengan solusi kampret itu. Dan hingga tiba di Pos 2 kami belum menemukan kaleng bekas yang tidak bocor.
“Ya udah malam ini kita gak usah masak, makan roti aja sama biskuit,” saya memberi solusi yang tidak kalah kampret karena tidak ada pilihan lain. Lalu, 3 tangkup roti dan sekotak biskuit dikeluarkan.
“Airnya?” tanya saya. “Tinggal segini nih,” Vivi mengeluarkan sebotol aqua 650 ml yang isinya tinggal setengah.
GLEK.
Ok, jadi kami akan melewatkan malam dengan lapar dan haus yang menghantui.
“Nano, bukannya di Pos 2 ada airnya? Kemarin kamu bilang kan ada?”
“Kata orang-orang sih ada, tapi aku juga gak tau ada dimana,” jawab Nano.
Matik.
“Kita coba cari aja yuk?” ajak saya.
“Ayok.”
30 menit kemudian saya dan Nano kembali ke tenda. Gagal dan semakin haus. Akhirnya dengan perut keroncongan dan tenggorokan kering, kami paksakan untuk tidur.
***
“REGY, NANO, BANGUN BANGUN! AKU SEMALAM MIMPI!” Vivi membangunkan kami dengan heboh. Anjrit ni anak, mimpi nomer togel juga gak ngaruh kali disini. “Mimpi apa?”
“Semalam aku mimpi Lidya datang kesini (Lidya itu temen baiknya Vivi). Kata dia, jalan ke mata air gak jauh, dari tenda ini ke arah kanan ikutin jalan setapak, nanti ada tanjakan kecil, lurus aja terus sampe ketemu turunan. Abis itu bakal keliatan batu gede, dibalik batu itu ada airnya!”
Bused, Lidya aja belum pernah ke Klabat, mana dia tau.
“Ayo kita cari airnya!” Vivi semangat banget. Saya curiga jangan-jangan ni anak kesurupan. Sendok mana sendok.
Belum sempat saya dan Nano berkata-kata, Vivi sudah terlanjur membuka pintu tenda. Angin pagi bertiup menembus tulang, brrr, dingin banget. Dengan malas saya dan Nano keluar, mengambil botol-botol kosong, lalu berjalan mengikuti petunjuk dari mimpi Vivi. Dari tenda ke arah kanan. Tenda ke arah kanan. Tenda ke arah kanan…
JRENG!
Men, jalan setapak itu benar-benar ada!
5 menit kemudian kami bertemu tanjakan kecil. “Eh bener loh ada tanjakannya!” kata Vivi, sepertinya dia ngeri sendiri dengan mimpinya. Kami terus berjalan, dan setelah tanjakan bertemu turunan. Di ujung turunan itu ada batu besar, persis sesuai mimpinya Vivi. Saya merinding.
“TUH KAN AIRNYA DISINI!” Vivi histeris. Nano terdiam. Saya pipis dulu.
Batu besar itu memiliki permukaan cekung, membuatnya menjadi tampungan air hujan dan menghasilkan genangan air setinggi paha Menparpostel Soesilo Soedarman. Di atas genangan air itu melintang batang pohon yang cukup besar. Saya mencicipi airnya, agak aneh sih rasanya, mirip aqua dicampur satu sendok teh mama lemon. Tapi karena darurat gak apa-apa lah. Nanti juga di pos 6 ada mata air.
Nano segera membuka tutup botol yang dibawanya dengan wajah gembira ria kemudian mulai mengisi botol-botol kosong itu. Kaki kirinya menjejak di tepi genangan, kaki kanannya di batang pohon. Kalo terpeleset maka Nano akan jadi orang pertama yang mandi pagi di Gunung Klabat. “Hati-hati No,” saya mengingatkan.
“Tenang aja,” katanya. “Kuda-kuda kuat,” sambungnya lagi.
Botol pertama penuh.
Saat sedang mengisi botol kedua, tiba-tiba dia ngomong, “Ini kalo kepeleset gimana ya..”
BYUR!
Itu dia, ane pernah kejadian di tahun 1999 ketika mendaki Gunung Ciremai. Seorang pelajar STM berkata : “wah mati dah gua di puncak… !” Alhasil, pulangnya ane yang harus nandu badannya yang sekarat. Jadi Berhati-hatilah dalam berkata-kata…
Nice Posting bang…
LikeLike
walah ya ampun…
iya kalo di gunung kita memang harus hati-hati dengan omongan, mungkin karena di gunung kita lebih dekat dengan Tuhan :)
makasih udah mampir bro
LikeLike
Yups… Because It’s There…!!!
Tuhan memang begitu dekat disana :D
LikeLike
Jadi endingnya gimana, bang? Byur ketemu Menparpostel? *nggak tenang* :-D
LikeLike
sayangnya menparpostel gak datang lewat mimpi huhuhu dia jahad
LikeLike
Saya masih bingung, kaitan isi cerita ama judul nya apa yak? trus, endingnya ni Kak, bikin penasaran, apakah masih bersambung?
LikeLike
err maksudnya gak boleh sembarangan ngomong karena kata2 kita itu sama dengan doa, apalagi di gunung, lebih gak boleh sembarangan ngomong lagi hehehe.. ceritanya tamat, karena si Nano udah kecebur dan basah kuyup dari ujung kaki sampe ujung kepala. sejak itu sampe pulang dia cuma pake second skin sama kaos singlet :|
LikeLike
bah itu mimpi dari manaaaa….kok bisa2 didatangin si “lidya” dan ngasi tau ada tempat air??
LikeLike
ajaib kan? kan di gunung emang suka ajaib cik :p
LikeLike
masih inget aja nama menparpostelnya, ckckckck….
LikeLike
inget dong hahaha membekas di hati bgt soalnya
LikeLike