[Solo Hiking Kerinci – Part 4] Jalur Setan!

Jalur Kerinci adalah jalur yang to the point. Langsung nanjak, tanpa muter-muter atau meliuk-liuk kayak jalur Lawu. Enaknya, tingkat kesulitan jalurnya juga meningkat secara linear dengan jarak. Makin jauh jalannya, makin tinggi pula level perjuangannya. Ini kayak main game kelahi, awal-awal ketemu anak buahnya dulu. Menantang, tapi mudah. Terus, mulai ketemu musuh yang semakin jago, dan akhirnya ketemu Final Boss.

Dari pintu rimba ke pos 1 jalurnya masih landai. Bisa dibilang, ini adalah pemanasan. Begitu juga dari pos 2 ke pos 3, belum ada tanjakan berarti. Tantangan baru dimulai dari pos 3 ke shelter 1, tapi masih bisa lah untuk level pendaki yang malas olahraga seperti saya. Hutannya juga keren! Saya cukup sering berhenti untuk sekedar menikmati suasananya.

Oya, di tengah perjalanan dari pos 1 menuju pos 2, saya juga mendengar suara hewan yang baru pertama kali saya dengar langsung seumur hidup: Siamang. Magis banget.

Di caption instagram itu saya bilang rekaman fullnya akan saya upload ke blog. Monmaap. Saya lupa kalo blog non-premium begini tidak bisa upload file multimedia kayak audio apalagi video hahaha… Kampret.

***

Bagi saya, yang terberat di jalur Kerinci adalah jalur dari shelter 1 menuju shelter 2. Selain tanjakannya yang bikin saya duduk hampir setiap 20 langkah, jalur ini adalah jalur terpanjang, 2 kilometer lebih! Saya juga sempat diguyur hujan selama setengah jam sekaligus mendonorkan darah pada beberapa lintah yang menempel riang di betis. Indahnya berbagi.

Setelah berjalan 4 jam dengan kecepatan kura-kura, saya tiba di shelter 2 hampir jam 7 malam. Karena sudah gelap dan jalan sendirian ke shelter 3 kurang aman, saya memutuskan untuk bermalam di situ. Untungnya cuaca sudah kembali cerah, sehingga saya bisa mendirikan tenda dan memasak dengan leluasa.

Pintu Rimba – Pos 1 : 30 menit
Pos 1 – Pos 2 : 30 menit
Pos 2 – Pos 3 : 40 menit
Pos 3 – Shelter 1 : 1 jam 30 menit
Shelter 1 – Shelter 2 : 4 jam

Saat malam, temperatur udara di shelter 2 turun hingga 70 C. Saya menikmatinya dengan segelas teh panas yang dicampur madu. Dan racun, di tangan kirimu #yousingyoulose.

Shelter 1

Malam di Kerinci

Saya melanjutkan perjalanan dari shelter 2 ke shelter 3 jam 9 pagi setelah boker. Lumayan menantang bokernya, banyak nyamuk dan lintah yang mengancam biji. Ada ular lokal juga yang melintas lambat di depan saya saat sedang nongkrong, tapi gak mampir. Jijik kali doski.

Jalur pendakian dari shelter 2 ke shelter 3 adalah jalur paling ekstrim yang pernah saya lalui selama hidup. Atau mungkin karena saya memang bukan anak gunung, jadi referensinya terbatas. Tapi beneran ekstrim. Kalo kata pendaki dari Jambi yang saya temui, “Dengkul ketemu jidat bang, hahaha, tapi enak.” Apanya yang enak nyet. “Paling lama sejam setengah lah bang, cuma 500 meteran jaraknya.”

4 jam kemudian saya tiba di shelter 3. LOL.

Jalur Setan!

Begitu tiba di shelter 3, saya langsung jatuh cinta. Tempatnya luas, terbuka, puncak kerinci kelihatan jelas, desa Kayu Aro kelihatan jelas, jodoh aja yang gak jelas ya rabb… Saya langsung mendirikan tenda dan cepat-cepat turun ke mata air sebelum kehabisan, karena persediaan air bersih yang saya bawa hanya tersisa 2 liter, dan di belakang saya ada beberapa grup pendaki yang sedang menuju ke shelter 3 juga.

Ada dua mata air di shelter 3. Yang pertama terletak di sisi sebelah kiri apabila kita menghadap ke puncak, satunya lagi di sebelah kanan. Yang sebelah kanan jauh dan lumayan terjal tapi airnya banyak, yang sebelah kiri jalurnya lebih aman tapi airnya sedikit. Biar aman, ada baiknya air disaring dulu sebelum dipakai masak, yang jelas jangan diminum langsung. Airnya ada rasa belerangnya dan siapa yang tau kandungan bakteri coli di dalamnya, karena orang suka boker deket situ.

Puncak Kerinci dari shelter 3

Santai belum lengkap tanpa indomie lah

Milky way over Kerinci

Biasanya orang-orang memulai summit attack jam 4.30 subuh, dengan target tiba di puncak jam 05.30 atau paling lambat 05.45 pagi saat matahari mulai menyembul. Karena kecepatan saya yang tidak cepat sama sekali, saya memulai summit attack jam 3.30 hahaha… Jalur ke puncak jam segitu masih belum ada siapa-siapa. Saya menghidupkan GPS, memasukkan sebotol air minum, kopi panas, dan kamera ke dalam daypack saya, lalu mulai berjalan menuju puncak.

Jalan menuju puncak tidak sesulit dari shelter 2 ke shelter 3, tapi lebih berbahaya karena berbatu, tajam, dan licin karena pasir. Biar perjalanan ke puncak lebih aman, sebaiknya gunakan trekking pole, sepatu trekking dengan sol yang kuat, dan masker untuk menghalangi debu. Tidak perlu kuatir meninggalkan tenda dan barang-barang lainnya, aman kok. Banyak guide lokal di rombongan lain yang gak ikut muncak, dan mereka adalah guide yang keren. Mereka menjaga reputasi Kerinci sebagai gunung yang aman dan nyaman, bahkan mereka membawa kantong sampah besar-besar untuk membawa sampah mereka turun (dan sampah lain yang sudah lama menumpuk hingga kantong sampahnya penuh).

Saya tiba di puncak Kerinci tepat sesaat sebelum sunrise muncul. It was one of the most beautiful sunrise i’ve ever seen! Dan, saya menyaksikannya dari titik tertinggi di pulau Sumatera, pada ketinggian 3.805 mdpl, gunung paling tinggi yang pernah saya daki di Indonesia! Sendirian! Sedih!

Luar biasa efek film 5 cm yang jeleknya minta ampun itu. Grup Malaysia ini melewati saya, lalu berpose begini. “Ayo pose macem film 5 sentimeter,” katanya.

Saya beruntung karena cuaca yang cerah saat muncak. Tapi anginnya kenceng, dan susah untuk berlama-lama di puncak karena debu yang dibawa angin tajam banget. Satu hal yang SANGAT PENTING, jangan bawa kamera dengan lensa zoom otomatis. Daniel, traveler dari Jerman yang juga naik sendiri, motor lensa kameranya rusak gara-gara kemasukan debu waktu dihidupkan. Belum dipake motret sama sekali. Akhirnya dia nebeng foto pake kamera saya dan handphone doang. Percayalah, weather seal di kamera hanya membantu mencegah debunya masuk ke body kamera, tapi tidak untuk sela-sela lensanya.

Setelah sejam lebih di puncak, saya turun ke shelter 3 dan menghabiskan 2 malam lagi di sana. Andai cuti saya masih panjang, seminggu di sana juga betah. Logistik bakal selalu aman, karena setiap grup yang akan turun pasti meninggalkan sisa bahan makanan dan gasnya untuk pendaki yang masih bermalam di shelter 3. Suhunya juga masih bersahabat saat malam, paling rendah 50 C.

Oya ada satu grup yang keren banget waktu itu, grup bapak-bapak dari Jakarta yang usianya rata-rata hampir 50 tahun (atau mungkin 50-an awal). Mereka berempat dan didampingi 1 orang guide. Jalannya lebih cepat dari saya, hanya butuh satu hari untuk menyelesaikan trek dari pintu rimba hingga shelter 3! Setiap liburan mereka naik gunung, sudah ke Latimojong bareng, Rinjani, Semeru, dll. Gokil ya? Usia segitu tapi masih fit, bawa barang sendiri, dan tanpa porter.

Waktu saya balik dari puncak, mereka baru mau naik. 2 jam kemudian mereka sudah ada lagi di shelter 3. Ya rabb…

Best camp ever! Iya tenda saya yang melipir sendiri itu!

Tips naik Kerinci sendirian:

  1. Siapkan waktu minimal 3 hari 2 malam. Jalan sendirian tentunya lebih lambat, karena bawaan yang dipikul sendiri, mulai dari tenda, logistik, dan perlengkapan pribadi.
  2. Bawa air secukupnya saja biar beban gak berat. Di shelter 2 dan 3, tempat biasanya bermalam, ada sumber air.
  3. Antisipasi harimau dengan masang topeng di ransel, biar gak diserang dari belakang. Walopun diserang dari depan belum tentu selamat sih…
  4. Gak usah takut setan. Setan itu cuma khayalan semata.
  5. Bawa tripod, atau minimal gorilla pod.
  6. Kalo mau nanya-nanya silakan comment ya :D
  7. Tamat.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: