Biman Bangsatdesh – drama berlanjut

Bagian pertama klik di sini.

Perjalanan kami kembali ke ruang tunggu benar-benar tanpa drama. Malah terlalu lancar. Kami melewati petugas keamanan di pintu kedatangan tanpa ngomong apa-apa, padahal kami melawan arus. Petugasnya cuma mengangguk saat kami melotot. Lalu kami naik tangga menuju pintu imigrasi. Kami lewat jalur khusus untuk diplomat dan petugas bandara, bukan lewat loket imigrasi. Tidak ada yang mencegat. Melenggang aja dengan anggun, dan Harry dari belakang terlihat berjalan dengan gaya Freddie Mercury. Keren sekali rasanya, my darling.

Setelah melewati pintu dengan x-ray terakhir, kami tiba lagi di gate A2. Andin, Arta, Lilian, dan Yendi berbinar-binar melihat kami, seolah kami membawa kabar baik. Wajah mereka kembali kuyu setelah mendengar ceritanya.

18.30 Local Time

Tidak ada tanda-tanda kedatangan pesawat pengganti.

19.00 Local Time

Masih tidak ada tanda-tanda apa pun.

19.30 Local Time

“Anjing, kita dibohongin Gy.”

20.00 Local Time

Harry mulai menyanyikan lagu Yana Julio di depan orang-orang. Dengan aksi panggung tentunya. Orang-orang melihatnya dengan heran. Bentar ya videonya saya edit dulu trus diupload di channel youtube saya. Tai banget.

21.00 Local Time

Terdengar pengumuman yang kami dan 200-an penumpang lainnya nantikan: PANGGILAN BOARDING UNTUK PENUMPANG BIMAN BANGLADESH! Yeay! Saya tahu kalo waktunya sudah sangat mepet dengan jadwal connecting flight kami, tapi saya optimis kami masih bisa mengejar penerbangan kami dari Kuala Lumpur ke Jakarta. Semua penumpang langsung berdiri. Keriuhan pun terjadi.

Bayangkan, 200 orang lebih yang sudah menunggu selama 8 jam tanpa kepastian, tiba-tiba merangsek berebut mau naik pesawat. Kami sih santai-santai saja, toh juga bakal naik semuanya. Wajah-wajah yang tadinya kuyu segera berganti cerah ceria. BANGLADESH KAMI DATANG!

21.15 Local Time

Gate untuk boarding dipindah ke A1. Penumpang berduyun-duyun menyerbu ke gate itu sambil marah-marah. Antrian mengular dari arah depan, kiri, dan kanan pintu. Kami sih santai-santai saja, toh juga bakal naik semuanya. Kami ikut mengantri dengan tertib, menunjukkan kepada negara lain INILAH BUDAYA INDONESIA, BANGSAT! Kenapa saya jadi emosi ya…

21.30 Local Time

Masih ngantri. Saya, Harry, Lilian, dan Arta terpisah cukup jauh dengan Yendi dan Andin di bagian depan.

21.45 Local Time

Seorang pria Nepal berdebat sengit dengan petugas gate sambil mengacung-acungkan tiket dan paspornya. Petugasnya menghalangi dia untuk lewat. Yendi dan Andin sudah tidak terlihat, mereka sudah lolos. Petugas menahan semua penumpang yang masih tersisa. Kemudian, drama baru pun dimulai.

Kami penasaran, lalu maju melewati beberapa orang di depan kami menuju perdebatan itu. Si bapak penumpang tampak mau berubah jadi manusia saiya super, petugasnya masih tetap menjawab dengan ngotot. Ya namanya juga penasaran, bertanyalah kami ke pak Son Goku.

“What’s wrong sir?”
“They won’t let me in! I need to go now, my wife is having a baby and she is waiting for me!”
Waw. Dramatis sekali.
“Why they won’t let you in?”
“The plane is full!”
“WHAT??”

Wat de fak. Ini pesawat apa kereta malam, jug ijag ijug ijag ijug, kereta berangkat. Hayo nyanyi lo.

Perhatian kami seketika beralih ke petugas boarding.
“Is that true? The plane is full??”
“Yes sir. This plane is smaller than the original one, so we could only take half of the passengers.”
“HEH? And what about us?”
Petugasnya terlihat gugup. Orang-orang sudah mengerumuninya.
“Biman officers will take you to hotel, you will stay tonight in Kathmandu and fly tomorrow.”
“NO! WE NEED TO GO NOW!”
“You can’t sir, the plane is full, i’m sorry.”
“AAAARRRGGHH!”

Shit. Segala rencana kami langsung berantakan saat itu juga. Saya sudah pasrah dengan flight Kuala Lumpur ke Jakarta kami, sepertinya tidak akan terkejar lagi. Nanti beli tiket baru lagi saja. Saya sudah terlalu letih dengan drama tak berkesudahan ini. Perdebatan antara petugas boarding dengan penumpang masih berlangsung, terutama dengan Harry dan Lilian. Energi mereka untuk ribut masih banyak rupanya. Tapi tunggu, Andin dan Yendi gimana?

Saya berusaha menelepon Andin yang punya sim card lokal. Untung masih nyambung.

“Andin, balik! Kita gak boleh naik, minta mereka anterin kalian balik, sekarang!”
“Apa?”
“Balik, sekarang!”
“Hah? Apa? Putus-putus.”

Putus.

“Telepon lagi Gy, gila aja kalo mereka sampe ke Bangladesh malam ini,” kata Harry sambil masih ngotot-ngototan dengan bapak petugas.

Saya meneleponnya lagi.

“Andin!”
“Ya?”
“LUWAK WHITE COFFEE NYAMAN DI LAMBUNG GAK BIKIN KEMBUNG!”
“Apaan woi?”
“Kalian balik sekarang! BALIK SE-KA-RANG JUGA!”
“Kita udah di pesawat nih, gimana dong?”
“Hah? Turun lagi, balik! Kita ketahan di sini, pesawatnya full!”
“Oke oke.”

Tapi, si petugas tidak setuju mereka turun lagi.

“They are already on board, they can’t go back,” katanya.
“No way! All of us go, or all of us stay! You tell your man on the plane, bring them back here or you let us on board!” tegas Lilian.
“Ok let me try.”

Dia menelepon seseorang. Kami menanti sambil rame-rame memberinya tatapan tajam Rangga.

“Ok sir, the bus will take your friend back.”
“GOOD! GITU DONG!”

Tidak lama kemudian Andin dan Yendi nongol dengan wajah bengong. Mereka sudah di atas pesawat, trus minta turun sama petugas pesawatnya, ya mana boleh. Ternyata perdebatan sengit terjadi juga di sana. Untungnya mereka dibolehkan turun lagi dan diantar kembali ke ruang keberangkatan setelah petugas pesawat ditelepon petugas boarding. Gak lucu sih kalo kami terpisah di dua negara tanpa kejelasan begini.

Bapak petugas boarding kembali sibuk melayani komplen dari penumpang lainnya, terutama dari pak Goku yang masih berapi-api. Harry juga deng, dia menuntut ganti rugi dari Biman seandainya kami gagal mengejar penerbangan kami ke Jakarta. Akhirnya, si bapak berjanji untuk menyampaikan keluhan kami ke manajemen malam itu juga dan akan memberikan jawaban secepatnya pada kami sebelum kami diantar ke hotel.

“You promise?” tuntut Harry.
“Yes, yes.”
“Ok. Gy, kita harus jagain dia. Bapak ini jangan sampe lepas.”
“Baiq.”

5 menit kemudian si bapak menghilang entah ke mana tanpa kami sadari.

“Anjing, kita dibohongin lagi…”

Kami kembali duduk. Pasrah. Tapi being in a pasrah state membuat kami kembali bisa tertawa, bercanda, ngobrol sampah lagi. Semua ketegangan itu, untuk sesaat, mengendur. Penumpang lainnya juga sudah pasrah. Semuanya kembali duduk, menunggu panggilan untuk diantar ke hotel termasuk pak Goku. Pasrah is our zen. Oh kecuali satu hal, kami tetap akan menuntut kompensasi untuk tiket kami yang hangus. Gagal terbang tadi otomatis menutup kemungkinan untuk mengejar flight ke Jakarta, dan 6 tiket kami bisa dipastikan hangus. Waktunya sudah tidak cukup.

23.00 Local Time

Pak Hotman Paris tiba-tiba muncul di tengah-tengah kami, penumpang yang tertinggal. Daaaannn…. DIA MENGAJAK SEMUA PENUMPANG UNTUK NAIK PESAWAT! Jadi ada satu pesawat pengganti lagi yang datang malam itu, atau entah itu pesawat dari kota lain, entahlah, yang jelas pesawatnya siap berangkat. Semua penumpang langsung berdiri dan tergopoh-gopoh mengikutinya ke boarding gate B. Wait, bagaimana dengan kompensasi tiket hangus kami?

Kami mengejar pak Hotman dan mencegatnya di tengah jalan.

“Are we going to Bangladesh now? Not tomorrow?” tanya kami.
“Yes, boarding, now. Plane ready.”
“And what about our compensation?”
“What compensation?”
“You know that sir, we told you before. We can’t catch our flight to Jakarta tomorrow morning because of this situation!”
“I can’t help you with that. That’s not my problem.”
“WHAT DO YOU MEAN?? WE WILL LOST 6 TICKETS TO JAKARTA BECAUSE OF THIS DELAYED FLIGHT!” Semua langsung ngegas.
“YOU WANT TO GO OR NOT?” balasnya gak kalah ngegas.
“NO YOU CAN’T SAY THAT, YOU RESPONSIBLE FOR THIS!”

Pak Hotman melengos dan berjalan cepat-cepat lagi sambil mengajak penumpang lain ikut dengannya. Kami kejar lagi, kami cegat lagi.

“Hey sir we need answer!” kata Lilian.
“I don’t have answer for you. You go or not. If you don’t want to go, i will cancel all your ticket!”
“WHAT THE FUCK?”

Dia berjalan lagi. Penumpang lain mulai keluar menuju bus. Pak Hotman berbalik arah menuju gate A2 lagi, entah mau ngapain. Harry membayang-bayangi dia sambil terus ngomel, kali ini penuh emosi. Itu pertama kali saya melihat seorang Harry yang namaste berubah menjadi penuh amarah. Pak Hotman berjalan lurus tanpa merespon lagi. Saya dan Lilian berusaha meredam Harry, karena kalo pak Hotman kena pukul, urusannya bakal jadi lebih panjang. Kami masuk penjara, pak Hotman masuk rumah sakit.

Harry berhasil ditahan Lilian walopun dia masih ngomel tanpa henti. Saya lanjut mengejar pak Hotman.

“My friend,” kata saya, “We need answer, what about our flight to Jakarta? We will lose 6 tickets and it’s a lot of money.”
“I can’t help you, i’m sorry. Not my problem,” jawabnya.

Bangsat emang nih orang. Aturan penerbangan internasional memang hanya mewajibkan kompensasi untuk penerbangan pada perusahaan yang sama, sedangkan ini adalah dua perusahaan yang berbeda, Biman dan Malindo. Tapi tanpa tanggung jawab sama sekali ya keterlaluan sih.

“WHERE IS YOUR RESPONSIBILITY?!”
“OK, TELL ME YOUR NAME, I WILL CANCEL ALL YOUR TICKET!”

Andai ini kejadiannya di Indonesia, atau andai saya sendirian gak bawa orang, mungkin matanya sudah saya colok dengan tripod.

“THAT’S NOT HOW YOU HANDLE YOUR PASSENGER!”

Dia melengos lagi, berjalan lebih cepat meninggalkan saya. Akhirnya, saya memutuskan untuk tidak mengejarnya lagi. Saya memutuskan untuk mengakhiri perdebatan itu. Emosi saya berusaha saya redam, karena pilihannya waktu itu hanya dua: Melanjutkan perdebatan tapi ditinggal pesawat, atau naik pesawat dan coba negosiasi lagi di Bangladesh (yang kemungkinan bakal lebih terjamin karena kantor Biman jelas-jelas ada di sana). Saya memilih naik pesawat saja, capek, semoga di Bangladesh ada jawaban yang lebih baik. Di belakang saya, Harry masih teriak-teriak mengutuk pak Hotman.

“Yuk, naik aja yuk, daripada ditinggal pesawat. Soal tiket, lanjutin aja nanti di Dhaka,” ajak saya.
“Fuck him, anjing, mau gua hantam orang itu!” ~> Harry.
“Sudahlah man, it’s not worth it.”
“IT’S FUCKING WORTH IT!” katanya lagi dengan suara bergetar.

Saya diam, tidak berkata apa-apa lagi dan naik bus. Semuanya juga diam. Pak Goku berdiri di dekat kami tapi sudah senyum-senyum. Dia berusaha mencairkan suasana, eh malah kena sisa-sisa amarah Harry.

Kami akhirnya naik pesawat. Lengkap, berenam. Semua sudah duduk di kursi masing-masing. Harry, Arta, dan Yendi di belakang saya, Lilian, dan Andin. Saya sempat kuatir dengan pesawatnya, karena pesawat itu kayaknya pesawat tua. Interiornya dari tahun 90-an, dan saat take off bergetar parah. Waktu sudah mengudara pun, goyang-goyang kayak mau jatuh. Di belakang, mereka bertiga sudah ngobrol tertawa-tawa lagi, lalu, sesaat kemudian hening.

Abis marah-marah, lapar, lah ketiduran. Bangke.

Fiuh. Berlalu juga ketengangan malam itu. Saya tidak tahu apa lagi yang akan menanti kami di Bangladesh, yang penting kami sudah meninggalkan Kathmandu dengan segala dramanya. Capeknya sudah di ubun-ubun, jiwa dan raga ini letih banget ya rabb..

NEXT: BANGLADESH!

  1. Hahahahaha… 😂😂😂 tong 2 baca tatawa sampe kaluar aer mata hahaha bangsat memang!! 😆 Can’t wait for Bangladesh!

    Like

    Reply

  2. Baca ini jadi pingin ngejambak mister Hotman biar rambut palsunya ketahuan kalo itu beneran paslu deh! :-D

    Like

    Reply

    1. jambak sepuasnya lim, jambak dia! x)))

      Liked by 1 person

      Reply

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.