Pagi itu matahari bersinar terang. Langit biru sebiru-birunya. Hati rindu serindu-rindunya. Namun engkau tak mengertiii #yousingyoulose
Kami memulai perjalanan turun dari High Camp setelah foto-foto bareng orang lodge lalu pamit-pamitan penuh keharuan dengan mereka. Agnes, Diana, dan Binbin berjalan penuh semangat, dipimpin Sujan yang lebih semangat lagi. Tiga dara itu sih semangat karena pengen cepet sampe Pokhara demi belanja, entah lah Sujan semangatnya karena apa. Pacar juga ndak punya…

“Hidup keras,” kata orang-orang lodge High Camp saat pertama kali kami berkenalan dengan mereka. Di musim dingin, sumber air mereka membeku. Air didapat dengan cara mencairkan es yang mereka kumpulkan di teras lodge. Hidup di suhu minus 15-20 derajat celcius tentu bukan hal yang mudah. Tapi jadi gak perlu mandi sih, enak.

Jalur turun menuju middle camp
Dengan cepat, kami bergerak turun. Tidak butuh waktu lama untuk melewati Middle Camp, Low Camp, lalu tiba di Forest Camp dan makan siang di sana. Target kami adalah bermalam di Deurali dan paginya turun kembali ke Kande, kemudian naik Jeep ke Pokhara. Lalu Sujan memberikan usul yang cukup menarik. Dia mendekati Diana dan Binbin.
“Darling,” katanya.
“Ape lo?”
“What if wo go down straight to Dhampus? I’m sure we can reach Dhampus today, you walk very fast.”
“Dhampus? Where is it?”
“It’s near, very near, after Pothana then Australian Camp then Dhampus!”
“Why Dhampus?”
“It’s beautiful there, Dhampus is a beautiful village. And tomorrow we don’t have to walk anymore, Jeep will pick up us there.”
“Interesting. You sure we can reach Dhampus before dark?”
“Yes yes, i’m sure! Dal Bhat also good, food is delicious, Dal Bhat in Deurali is not so good.”
“Aah so that’s your main reason.”
Sujan tersipu malu.
“Okay, we continue to Dhampus. Awas kalo jauh ye.”
“Okay darling.”
“Gue potong poni lo kalo lo bohong!” Ancam cicik Diana.
Sujan buru-buru kabur dari hadapan kami, takut sama Diana kali. Siapa juga yang berani sama dia, semangka aja kalo dibentak Diana langsung pucat dan berubah jadi melon.
Kami melanjutkan perjalanan turun dengan beban perut yang bertambah masing-masing dua kilogram gara-gara makan kebanyakan. Saat kami melewati Deurali, kami sedikit lega karena sudah memutuskan untuk tidak menginap di situ lagi, rame banget! Kamar yang ada kamar mandi dalamnya sudah terisi semua.
Tidak jauh dari Deurali, ada sebuah kuil kecil. Kami mampir untuk istirahat, karena Pothana masih cukup jauh. Pemandangan dari pelataran kuil itu bagus banget, jalur ABC terlihat jelas dengan latar belakang bukit-bukit yang bertumpuk. Kami duduk berjejer menikmati hembusan angin yang membunyikan lonceng-lonceng kecil di depan kuil.

Kuil kecil yang namaste..
Binbin: “Kalo dipikir-pikir, kita bisa banget nih turun langsung ke Pokhara dalam sehari.”
Yang lain: “Sehari gimana?”
Binbin: “Iya, jadi dari High Camp, setelah summit kita langsung turun aja ke Middle Camp, nginep sana. Abis itu besoknya seeettt langsung turun sampe Dhampus, naik Jeep, seeett langsung Pokhara. Hemat sehari trekking, dapet 2 hari full di Pokhara. Belanjak!”
Kami mengangguk-angguk tanda setuju, tapi kaki kami menggeleng-geleng tanda tak mampu. Mungkin hanya kaki Binbin saja yang antusias mendengar pemaparan pemiliknya. Sepintas, kaki Binbin tersenyum tipis memandang kaki-kaki kami yang hanya bisa menundukkan kepalanya, minder. INI APAAN SIH.
15 menit kemudian kami lanjut jalan lagi dengan menambah kecepatan. Then, kaki Binbin mendadak cedera, hanya beberapa menit setelah kami meninggalkan kuil.
“Duh gue salah ngomong kali ya, kuilnya denger…” kata Binbin.
Sisa perjalanan hingga Dhampus ditempuh Binbin dengan penuh perjuangan. Kecepatannya berkurang 50%, dan jarak dekat yang dijanjikan Sujan ternyata tidak sedekat yang kami bayangkan. Sepertinya orang Nepal punya standard jarak yang berbeda dengan orang Indonesia. Hampir tiap kali kami berhasil menyusul Sujan di depan, dia langsung berjalan lebih cepat. Kami jadi kayak kejar-kejaran. Sujan tahu dia tidak boleh tersusul demi menghindari omelan kami yang mulai lapar dan berbahaya.

Pintu masuk Desa Dhampus, salah satu entry point untuk trekking ke Mardi Himal
Kami berhasil tiba di garis finish setelah matahari tenggelam. Waktu itu sudah hampir jam 7 malam, dan total jarak yang kami tempuh dari High Camp hingga Dhampus adalah: 22 KILOMETER SODARA-SODARA YANG TERKASIH. Sujan hanya terkekeh-kekeh ketika kami cerewet.
“But you made it darling,” katanya sambil benerin poni dan tertawa ngenyek.
“DARLING DARLING BANGKE LO,” omel Diana.
Sujan langsung melarikan diri ke dapur.
***
Kamar kami di lantai 2. Saya melepaskan ransel saya, membuka sepatu, lalu memesan teh panas dan duduk di teras kamar. Sisa bias senja masih terlihat di pucuk Macchapuchre, mewarnai ujung lancip gunung itu dengan kilau emas. Saya menyalakan sebatang rokok, menghisapnya dalam-dalam, sambil menikmati suasana itu dengan takjub. Gila. 22 kilometer dalam sehari. Sujan emang bangsat hahaha..
Tapi kami tidak menyesal sedikit pun dengan keputusan kami. Dhampus, seperti yang dijanjikan Sujan, benar-benar indah.

Sunrise dari desa Dhampus
And that’s all folks!
Trek Mardi Himal yang awalnya saya ragukan kemampuannya dalam mengimbangi keindahan trek ABC, ternyata, BEYOND EXPECTATIONS! Udah gitu lebih cepat sehari pulak durasi trekkingnya, lumayan bisa menghemat jatah cuti hehehe..
Buat yang pengen ke Mardi Himal, saya ada open trip lagi di tanggal 14-24 Februari 2020. Silakan klik di sini untuk detailnya ya. Cheers!