Everest Base Camp Trekking – Hari 9: Kala Patthar

Kala Patthar, 5645 Meter

Kala Patthar berarti ‘black rock.’ Kalau di Ternate namanya Batu Angus. Puncak kecil berbatu hitam ini memiliki ketinggian 5645 mdpl, berdiri persis di samping desa Gorak Shep, dibayang-bayangi oleh puncak Pumo Ri yang tingginya 7161 meter. Kala Patthar adalah puncak yang sangat penting bagi para pendaki Everest. Di atas sana terpasang webcam tertinggi di dunia, bersanding dengan stasiun pemantau cuaca otomatis yang terpasang sejak tahun 2008 dan mengirimkan datanya setiap 10 menit ke GeoNetwork. Stasiun Kala Patthar ini menjadi bagian dari sistem pemantau cuaca Khumbu Valley yang juga terpasang di Lukla, Namche Bazaar, Periche, Lobuche, Changri Nup Glacier, serta South Col Everest. Setiap ekspedisi ke Everest akan menggunakan data ramalan cuaca dari sistem ini, mulai dari menentukan kapan ekspedisi harus dimulai hingga kapan waktu terbaik untuk ‘summit bid’ dari Camp IV. Keren ya?

Sebenarnya pendakian ke puncak Kala Patthar sudah tidak wajib lagi, karena tubuh kami sudah teraklimatisasi dengan baik setelah melakukan aklimatisasi dua kali di Namche dan Dingboche. Namun, dari Kala Patthar-lah puncak Everest terlihat lebih jelas, bahkan jauh lebih jelas dibanding view dari Everest Basecamp. Karena alasan itu maka saya bangun dengan penuh semangat pagi-pagi sekali untuk trekking ke puncaknya bareng Bang Fani, Mbak Iyut, dan Kak Fily. “Aku nggak ikut ya boi, mau tidur sama leyeh-leyeh aja hari ini,” kata Rahman dari dalam sleeping bagnya. Dasar bapack-bapack.

“You just follow the path, don’t go to the left peak, it’s not the real peak. The real peak is the one with weather station,” kata orang lodge. Saya menatap ke arah Kala Patthar. Jauh njir.

Kami memulai trekking ke puncak jam sebelum 9 pagi, melintasi lapangan luas berdebu hingga tiba di kaki Kala Patthar. Tidak jauh dari papan penunjuk jalan, beberapa orang lodge sedang mengambil air dari cerukan kecil. Sumber air di Gorak Shep berasal dari es yang mencair lalu mengalir ke cerukan-cerukan itu. Meskipun ketinggiannya sudah lebih dari lima ribu meter, namun karena salju belum turun maka Gorak Shep tampak seperti permukiman tandus yang hanya mengandalkan air dengan jumlah sangat terbatas. Di Gorak Shep, mandi sudah termasuk dalam kategori extreme activity karena bisa menyebabkan hipotermia. Setidaknya untuk saya dan Rahman.

Puncak runcing berwarna hitam di depan gunung es itu adalah Kala Patthar. Persis di depan Pumo Ri

Sumber air di Gorak Shep

Jalur ke atas tidak seberat hari-hari sebelumnya, apalagi saya hanya membawa tas kecil berisi botol minum dan snack saja. Tidak sulit untuk menentukan mana puncak yang asli, karena setelah berjalan kurang lebih sejam, puncak yang paling tinggi langsung terlihat dengan jelas. Satu-satunya tantangan di perjalanan ini adalah angin yang masih kencang dan tentunya semakin dingin dibanding kemarin.

Gorak Shep dari jalur menuju Kala Patthar

Setelah 2,5 jam trekking, saya akhirnya tiba di titik tertinggi yang pernah saya capai seumur hidup, 5645 meter dari permukaan laut, puncak Kala Patthar. WOOHOO!!

Hal pertama yang bikin saya norak adalah weather station yang terpasang di sana. Alat sederhana ini adalah penentu keberhasilan ekspedisi Everest, dan mencegah kehilangan nyawa pendaki karena kesalahan prediksi cuaca. Lalu, ketika saya menengok ke sebelah kanan, terlihatlah puncak yang super masif itu: Everest. Menyembul di balik Nuptse dan bersebelahan dengan Lhotse, dengkul saya langsung lemas. Saya sedang melihat atap dunia! Titik tertinggi di muka bumi, yang selalu mengundang manusia untuk berdiri di sana dengan taruhan hidupnya. Dan uang.

Weather station Kala Patthar

Orang norak

Ya, Everest adalah puncak yang sangat mahal. Setidaknya butuh uang minimal 1 milyar rupiah untuk bisa berada di sana, atau, 500 juta jika pendakian dilakukan melalui jalur Tibet. Kenapa jalur Tibet lebih murah? Karena permitnya lebih murah daripada Nepal yang mematok harga tidak kurang dari 150 juta rupiah untuk sekali pendakian per orangnya. Selain itu, kebutuhan logistik di basecamp Tibet bisa didrop langsung menggunakan mobil, tidak seperti jalur Nepal yang harus diangkut oleh porter dan Yak. Butuh waktu seminggu trekking hanya untuk mencapai basecamp Everest, sedangkan Tibet cukup berkendara beberapa jam saja. Itu sebabnya paket pendakian Everest melalui Tibet bisa dijual lebih murah dibandingkan via Nepal. Masih ada beberapa faktor lain, sih, yang menjadi pembeda, tapi yang signifikan memang ada di harga permit dan kebutuhan logistik tadi.

Saya berada di puncak Kala Patthar tidak lebih dari sejam, karena angin makin kencang dan makin dingin hingga menembus down jacket saya. Setelah mengambil beberapa foto, saya mulai bergerak turun ke Gorak Shep. Di kejauhan puncak Everest mulai tertutup awan. Semoga akan ada suatu saat ketika saya melihat puncak Kala Patthar dari arah sebaliknya. Dari Everest.

Everest dan Khumbu Glacier

  1. Ah, via Tibet bisa jauh lebih murah karena permit ya. Tapi, masuk Tibet sendiri sekarang masih sulit nggak sih? Dengan pembatasan, harus pakai operator lokal, dan segala macamnya?

    Liked by 1 person

    Reply

    1. Hai kak Atre yg blog Mardi Himal nya gue saved for next year…..

      Iya….Tibet masih harus pake tour agent lokal kak… sebelum & selama pandemik emang udah ada aturan masuk Tibet gabisa sendirian. Nanti agent disana yg akan issue permit/dokumen ijin kita (kecuali Visa China, harus kita urus sendiri di negara asal kita).

      Kebetulan harusnya gue ke Tibet bulan Mei 2020 kmaren pas libur Lebaran. Udah ambil paket Lhasa & EBC (PLUS NAM TSO LAKE) 9 hari.

      Tapi yaaahhh karena pandemi sialan ini, jadi dicancel deh… maunya jalan Mei 2021 besok tapi keknya masih belum memungkinkan yaaa huhuhuuu 😭😭

      Kmaren rencana nya gue :
      KL – Xian : AirAsia
      Xian – Lhasa : train

      Trus pulangnya naik kereta lagi, mampir dulu ke kota Jalur Sutra (silk road ) : Lhasa – Xining – Zhangye – Danxia – Lanzhou – Xian.

      Aaarghhhhhhh….

      -dysta-

      Like

      Reply

      1. Wah so sad to hear that. Makanya aku juga belum berani planning apa pun selama pandemi ini belum kelar, mending nunggu lewat semuanya hahaha

        Like

    2. Untuk ekspedisi ke Everest, semua sudah diatur sama operatornya ‘Tre. Makanya pendakian Everest via Tibet jumlahnya sekarang lebih banyak dibanding via Nepal. Bahkan, operator Nepal pun jual paket Everest via Tibet, aku pernah ngobrol sama salah satu Sherpa-nya dan dia bilang selisih harganya bisa sampe 60% hahaha..

      Like

      Reply

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: